Silih bergantinya waktu dan rutinitas yang terus menerus bergulir memutar senja dan fajar yang terus bergantian. Tak terasa masa pun menampakkan ketuaannya.
Skeptisnya diriku sehingga hanya mempercayai dirimu bukan orang lain atau objek yang lain.
Dirimu yang akan menemaniku di kehidupanku yang berbeda kelak.
Engkau bukanlah sahabatku yang memiliki wajah rupawan, namun maknamu dapat membangun semangatku. lantunanmu dapat mengisi jiwaku...
Mendapatkanmu adalah hadiah terindah dalam hidupku...
Engkaulan hafalanku, sahabatku....
Kepada hafalanku... Bagaimana kabarmu? Masihkah kau berputar di hippocampus-ku.
Kepada hafalanku... Aku tidak memiliki amalan yang bisa dibanggakan selain dirimu.
Aku tidak bisa seperti saudara-saudara muslim yang sedang berjuang di Palestina atau Suriah
Aku bukan seorang ahli ibadah malam dan fajar
Aku bukan seorang soleha yang tinggal di rumah dan hanya bermunajat
Aku bukan seorang santri yang dapat terus bergelut dengan ilmu
Aku belum menjadi seorang istri yang bisa membanggakan kesolehannya
Aku pun belum bisa dikatakan sebagai anak yang berbakti
Lalu... Apa yang bisa kuandalkan untuk dapat menghadap hari hisapku?
Lalu... Apa yang bisa kubanggakan di depan Sang Khalik?
Lalu... Apa yang bisa kupersembahkan sebagai umat Baginda Rasulullah Saw..
hanya kau yang bisa menemaniku, wahai hafalanku...
Tak banyak... Tak sampai 30 Juz. tetapi aku ingin kau tetap di prefrontal cortex-ku
Aku ingin kau berputar-putar di otakku dan tak pergi meninggalkanku.
Seperti sahabatku yang satu demi satu pergi karena kesibukannya..
Aku ingin kau tetap menemaniku hingga nyawa ini tak lagi bersatu dengan raga..
Hafalanku...
Tak bisa dielakkan, rutinitas sebagai perempuan bekerja memakan waktuku dan mengurangi waktuku untukmu...
Tak bisa dielakkan, kesukaanku terhadap manga dan anime juga mengikis waktuku untuk bergelut denganmu...
Tak bisa dielakkan, istirahatku yang berkecukupan menyedot waktuku untuk bersama denganmu..
Namun, kemana pun dan bagaimanapun diriku, satu hal yang selalu membuatku kembal kepangkuanmu, yaitu kerinduanku.
Kerinduanku untuk bermesra dengan ayat-ayat dari langit...
kerinduan lidahku yang basah dengan lantunan lembut yang menghangatkan hati...
Kerinduanku dengan majelis-majelis yang selalu membahas surat cinta dari-Nya...
Rindu itu selalu bisa membuat tangan dan kakiku bergerak sendiri meraih mushaf yang lusuh itu...
Memantapkan diriku untuk tetap kembali kepadamu.. hafalanku...
Kepada hafalanku... walau imanku sering naik-turun seperti impuls darah yang mengalir...
Namun, setipis-tipisnya... Serendah-rendahnya, aku tetap ingin dapat bersamamu.. bersamamu.. melantunkan setiap ayat cinta yang akan selalu menghangatkan hati... seperti fajar yang menghangatkan embun pagi...
Kepada hafalanku... Kurangkul engkau hingga lidah ini kelu, hingga pikiran ini berhenti, dan hingga mata ini tak bisa terbuka kembali...
0 Komentar