sebelumnya saya sudah sering mendengar tentang fenomena pengemis di Jakarta, baik itu tentang jumlahnya yang kian meningkat pada hari-hari tertentu (contohnya : bulan ramadhan), penghasilannya yang tinggi, dan hal lainnya. Fenomena ini banyak terdengar di surat kabar, media televisi, dan dunia maya. Namun, tak pernah terpikirkan saya akan melihatnya langsung. Kejadian yang cukup membuat saya merasa hmm.... apa ya.. : -.-1
yuk, mari ikuti kisahnya :
yuk, mari ikuti kisahnya :
Hari minggu sekitar pukul satu siang, seperti biasa saya berangkat menuju 'gudang ilmu'. beranjak dari kost-an walau cuaca sedikit tidak sendu. Seperti biasa, saya menyempatkan diri untuk mampir sejenak ke salah satu toko swalayan untuk membeli sebungkus roti dan sekotak susu sebagai bekal perjalanan.
Ketika mulai memasuki toko, terlihat seorang nenek tua berusia sekitar 60-70 tahun dengan pakaian lusuh membawa bungkusan kain tengah menawarkan sesuatu ke kasir toko tersebut. sepintas saya hanya melewatinya kemudian langsung menyambar kotak susu yang terpajang rapi dan sebungkus roti rasa vanila coklat yang saya gemari. kemudian saya langsung menuju kasir dan ikut mengantri.
sambil mengantri untuk dilayani, mata saya tertuju ke bungkusan yang dibawa oleh si nenek tadi. melihat wajahnya yang keriput dan sayu membuat saya teringat dengan nenek di rumah yang sudah lebih dulu menghadap Illahi.
Ketika mulai memasuki toko, terlihat seorang nenek tua berusia sekitar 60-70 tahun dengan pakaian lusuh membawa bungkusan kain tengah menawarkan sesuatu ke kasir toko tersebut. sepintas saya hanya melewatinya kemudian langsung menyambar kotak susu yang terpajang rapi dan sebungkus roti rasa vanila coklat yang saya gemari. kemudian saya langsung menuju kasir dan ikut mengantri.
sambil mengantri untuk dilayani, mata saya tertuju ke bungkusan yang dibawa oleh si nenek tadi. melihat wajahnya yang keriput dan sayu membuat saya teringat dengan nenek di rumah yang sudah lebih dulu menghadap Illahi.
"Rp. 11.800," kata kasir menyebutkan nominal yang harus saya bayar.
saya langsung merogoh dompet dan mengambil selembar dua puluh ribuan. Dan seperti biasa, saya mulai mencari uang receh senilai delapan ratus rupiah untuk menggenapkan kembalian yang akan diberikan oleh kasir. wah, ternyata saya tidak memiliki uang pas delapan ratus, hanya kepingan lima ratusan dan dua ratus rupiah. tentunya ini tidak bisa genap menjadi delapan ratus. saya masih belum menyerah merogoh dompet seraya berharap menemukan sekeping uang seratus rupiah.
saya langsung merogoh dompet dan mengambil selembar dua puluh ribuan. Dan seperti biasa, saya mulai mencari uang receh senilai delapan ratus rupiah untuk menggenapkan kembalian yang akan diberikan oleh kasir. wah, ternyata saya tidak memiliki uang pas delapan ratus, hanya kepingan lima ratusan dan dua ratus rupiah. tentunya ini tidak bisa genap menjadi delapan ratus. saya masih belum menyerah merogoh dompet seraya berharap menemukan sekeping uang seratus rupiah.
kasir itu hanya tersenyum melihat ke arah saya. Kemudian tanpa disangka ditengah kesibukan saya mencari uang receh untuk menggenapkan uang kembali, ternyata nenek yang berada di sebelah saya dengan tenangnya membuka bungkusan kainnya. tebak apa isinya?
isi dari bungkusan kain itu ternyata uang kepingan uang logam. sekumpulan uang logam itu membanjiri meja kasir. subhanallah..., saya hanya bisa termangu melihatnya. dan mbak pedagang asinan yang mengintip di balik jendela kaca toko itu pun tak kalah terkejutnya dengan saya. kami pun hanya saling menatap, tersenyum, melongo, terkagum, atau malah tertawa kecil. Namun, kasir toko tersebut dengan tenangnya menghitung uang receh menggunung itu seakan sudah terbiasa.
ketika itu, saya baru tersadar, ternyata si nenek adalah salah satu dari beberapa pengemis yang ada di jalanan otista ini.
Rasa penasaran saya semakin menjadi, sebuah pertanyaan timbul di otak saya. berapa nilai dari segunung uang receh itu? apakah sejumlah ratusan ribu? setengah hari saja bisa mendapatkan uang sejumlah itu. Lalu, bagaimana jika satu hari penuh?
jika bukan karena saya harus berangkat menuju 'gudang ilmu', mungkin saya akan menunggu hingga sekumpulan uang receh itu selesai dihitung. :D
setelah menerima uang kembali, saya langsung pergi meninggalkan si nenek dan kasir toko yang masih sebuk menghitung ratusan kepinganuang logam tersebut.
keesokan harinya, saya kembali ke toko swalayan tersebut untuk membeli sedikit cemilan. ketika hendak membayar. saya teringat dengan nenek kemarin. kemudian, iseng-iseng saya bertanya kepada kasir toko.
"oy, mbak. Nenek yang kemarin, yang datang ke sini untuk menukar uang logam itu, kira-kira total uang logamnya berapa, mb ?" tanya saya.
"nenek yang mana, mbak?"
hah? nenek yang mana? memangnya nenek yang menukar setumpuk uang logam ke toko ini lebih dari satu,ya?
"oh, yang kemarin pas ada mbak itu, ya?" sambung si kasir.
isi dari bungkusan kain itu ternyata uang kepingan uang logam. sekumpulan uang logam itu membanjiri meja kasir. subhanallah..., saya hanya bisa termangu melihatnya. dan mbak pedagang asinan yang mengintip di balik jendela kaca toko itu pun tak kalah terkejutnya dengan saya. kami pun hanya saling menatap, tersenyum, melongo, terkagum, atau malah tertawa kecil. Namun, kasir toko tersebut dengan tenangnya menghitung uang receh menggunung itu seakan sudah terbiasa.
ketika itu, saya baru tersadar, ternyata si nenek adalah salah satu dari beberapa pengemis yang ada di jalanan otista ini.
Rasa penasaran saya semakin menjadi, sebuah pertanyaan timbul di otak saya. berapa nilai dari segunung uang receh itu? apakah sejumlah ratusan ribu? setengah hari saja bisa mendapatkan uang sejumlah itu. Lalu, bagaimana jika satu hari penuh?
jika bukan karena saya harus berangkat menuju 'gudang ilmu', mungkin saya akan menunggu hingga sekumpulan uang receh itu selesai dihitung. :D
setelah menerima uang kembali, saya langsung pergi meninggalkan si nenek dan kasir toko yang masih sebuk menghitung ratusan kepinganuang logam tersebut.
keesokan harinya, saya kembali ke toko swalayan tersebut untuk membeli sedikit cemilan. ketika hendak membayar. saya teringat dengan nenek kemarin. kemudian, iseng-iseng saya bertanya kepada kasir toko.
"oy, mbak. Nenek yang kemarin, yang datang ke sini untuk menukar uang logam itu, kira-kira total uang logamnya berapa, mb ?" tanya saya.
"nenek yang mana, mbak?"
hah? nenek yang mana? memangnya nenek yang menukar setumpuk uang logam ke toko ini lebih dari satu,ya?
"oh, yang kemarin pas ada mbak itu, ya?" sambung si kasir.
saya langsung menganggukkan kepala.
"kemarin total uang logamnya mencapai dua ratus ribuan" sambung si kasir.
"hah? dua ratus ribu????!!" saya terkejut.
wah, wah baru setengah hari saja bisa dapat dua ratus ribu. bagaimana kalau satu hari penuh. dan itu pun kemarin hari minggu, bagaimana kalau hari kerja (senin-jumat)? lalu, bagaimana jika dikumulatifkan dalam 1 bulan? hmm...
jika 200 ribu saja dikali 30 hari = Rp. 6.000.000 , ini sIh, dibandingkan dengan gaji PNS Golongan 3A lewaaaat.... :D
eits... tapi ini hanya berdasarkan satu sampel saja, jika ingin dibuktikan secara ilmiah, silakan dilakukan peneliatiannya ..:)
ini mungkin hanyalah satu dari sekian sampel yang bisa ditemukan di kota megapolitan ini. Mungkin dari ke sekian itu, ada yang memang benar-benar merupakan seserang yang 'terpaksa' menjadi pengemis dan ada juga yang memang 'berprofesi' menjadi pengemis. Bagaimana cara membedakannya? saya sendiri juga belum begitu mengetahuinya.
hal ini sedikit membuat saya miris. Seperti inikah potret bangsa kita, mengemis terang-terangan di jalanan atau mengemis secara 'sembunyi' di balik kursi jabatan ??
semoga setiap generasi muda dapat memberikan suatu perbaikan ...
*gambar di ambil di sini.
4 Komentar
Yang begini ini yang bikin ragu untuk shodaqoh. Takutnya malah membuat mereka terbiasa "menadahkan tangan" dan menjadikannya profesi.
BalasHapusHeboh banget judulnya Rini...! hehe...bagus-bagus...anda telah membuat orang penasaran dengan hanya membaca judulnya. Good Job!!!
BalasHapusMereka juga PNS rin.. ( Pengemis Negeri Sentosa )
BalasHapuswkwkwkwk XD
@Millati Indah: hu umm... apa lebih baik sedekah ke lembaga aja kali, ya?
BalasHapustapi kalau ngeliat di jalan, tetap merasa kasihan juga.. ironi..
@Nurin Ainistikmalia: hehe... begitulah mbak *garuk2 kepala*
@ Just Unique : hahaha .. :D nila chan ada-ada aja..