Penghargaan. Terkadang yang dibutuhkan oleh seorang karyawan bukanlah sebuah piagam atau sanjungan yang selalu dielu-elukan. Tetapi, hanya perlu dihargai. Hargai waktu yang dihabiskan, hargai peluh yang diperjuangan, hargai hasil yang kami peroleh. Walau mungkin hasil itu ada saja kekurangannya. Tetapi bukan berarti setitik kekeliruan langsung menguapkan banyaknya prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
Apa Iya. "Apa iya" yang merupakan ungkapan keraguan dan kecurigaan. Mungkin bisa diganti dengan kata yang lebih bijak, lebih hangat yang tidak terkesan menghakimi. Layaknya seperti program
parenting yang tidak menyarankan orang tua untuk berkata "jangan", maka seorang
leader semestinya juga dapat memilih padanan kata yang lebih baik. Bisa menggunakan, "coba dikonfirmasi kembali", "coba ditelaah kembali", "coba dievaluasi kembali". Maka karyawan akan lebih merasa tergerak bukan tertindas.
Penghargaan. Tak butuh bonus berlipat atau naiknya tunjangan bertingkat-tingkat. Cukup dengan memberikan hak mereka, tak menghambat pengembangan diri mereka, dan memberikan ruang untuk mereka dapat memperbarui energi diri. Bukan malah dicecoki terus-menerus. Merasa itulah cara terbaik untuk menghasilkan output yang baik. Padahal, rumput takkan tumbuh menghijau jika tanah dan air yang diberikan penuh tak beruang.
Ego. ku namakan itu seperti sebuah penyakit. Takut pekerjaan tak selesai. Khawatir tak ada yang dapat menangani. Risau tak ada yang dapat menggantikan. Akhirnya karyawan dikekang, diikat dengan borgol tak terlihat. Hanya memikirkan diri sendiri yang selamat. Sampai akhirnya, yang dibawah menjadi tumpu untuk meloncat ke setiap tingkat. Dan ketika ego menguasai, maka
leader tak akan pernah bisa menjadi
leader. Tetapi hanya akan melahirkan kerakusan yang tak akan mengerti derita bawahan.
0 Komentar