Live Must Go On

"Benar, mungkin yang perlu kita pahami adalah hidup ini bukan milik pribadimu sendiri. Aku akan menyadari sisa hidup tak akan ada yang tahu, dan ketika itu apa yang bisa kita lakukan hanya meneruskan hidup. Meneruskan hidup dengan penuh arti, bersama dengan orang-orang yang berada disisi kita atau yang mendukung kita."

Sama seperti kebanyakan pasien di rumah sakit, dimana keadaan biasa bagi orang lain belum tentu menjadi keadaan biasa baginya. Mendengar bagi kita adalah hal yang lumrah, tetapi bagi orang yang mengalami gangguan pendengaran, dapat mendengar tanpa kendala adalah hal yang sungguh begitu berarti dan membahagiakan baginya. Sangat sederhana, bukan? Lalu apakah karena diibaratkan seperti orang yang sakit, kita pun mengalami gangguan karena belum mencapainya? Bukan. bukan itu arah pembicaraannya. Karena diri kita tak ada yang sempurna. Tahapan kita bukan diukur dari apa yang telah kita capai. Tapi sejauh apa kita dapat mengatasi kendala yang kita hadapi. Masing-masing kita memiliki bom atom tersendiri, disematkan bahkan sebelum kita dilahirkan. Iya, masing-masing kita. Yang sakit diberikan gangguan kesehatan, dan yang sehat diberikan gangguan kehidupan lainnya. Tak ada yang dapat lepas. kecuali setelah kematian. Dimana pada waktu itu semua rapor akan dibukakan, Termasuk rapor bagaimana diri ini menjalani kehidupan dengan amanah kendala yang telah dititipkan. Karena itu, hal seperti menganggap masalah orang sepele sementara dirimu sendiri baru hanya melihat kulit luarnya saja tanpa pernah menjadi diri orang itu dari semenjak ia dilahirkan, maka cukup, tahan lidahmu untuk mengucapkan kata-kata yang meremehkan orang lain, mengomentari kehidupan orang lain. Jika tak bisa memberikan dukungan, sebaiknya diam. Itu lebih membantu dibandingkan kau melontarkan sampah-sampah yang keluar dari mulutmu, yang jelas-jelas  menunjukkan posisi dan kualitas dirimu. Manusia adalah letak kesalahan dan kealpaan, benar, itu benar, tetapi manusia pula merupakan makhluk yang dapat belajar. Belajar untuk dapat berempati. Bukan malah menyakiti.



Di era ini. Perhatian akan kehidupan orang lain lebih menarik dibandingkan memperbaiki kehidupan sendiri. Mungkin ini adalah cara untuk melupakan sejenak kesulitan, atau malah membandingkan kesulitan orang lain sehingga menjadikannya sebagai bahan penghibur diri ditengah masalah yang mereka hadapi. Syukurlah aku telah begini.. Syukurlah aku tidak seperti ini dan si itu. Sungguh, jika kau pikir kau sedang mensyukuri hidupmu dengan jalan seperti itu. Aku pribadi memasukkannya bukan sebagai rasa syukurmu kepada Tuhan. Tetapi itu adalah ego sentrismu. Dimana kau merangking nikmat dirimu dengan orang lain. Dimana kau secara tidak langsung mengurutkan derajat kenikmatan, kemampuan, pencapaian yang telah dikaruniai olehNya. Padahal belum tentu kau lebih baik darinya. Bahkan dihadapan Allah, kemungkinan ia jauh lebih baik darimu. Sedih. Jika itu yang kau lakukan. 

Allah menunjukkanmu kondisi orang lain, bukan untuk kau merasa lebih, tetapi agar kau sadar diri bahwa masalahmu bukan yang paling kecil atau besar, tetapi masalahmu adalah hanya satu diantara masalah-masalah kehidupan yang lain. Dimana kau harus menyadari, bahwa perbedaan yang terjadi antara kau dan orang lain adalah bukti kekuasaanNya yang menunjukkan tak akan ada tempatmu untuk bersandar kecuali DiriNya, Sang Khalik yang menguasai segala sesuatu di langit dan bumi. Semuanya bergantung padanya, bahwa diri kita kecil, sangat kecil. Bahkan untuk dapat deal dengan suatu gangguan saja, kita merasa tak sanggup menghadapinya. Itu karena Dia ingin kita kembali bersimpuh, kembali mengingat diri. Bukan malah melarikan diri dengan membandingkan kondisi. 

Cukup sudah bilangan ordinal ku pelajari di matematika sebagai urutan angka. jangan kau masukkan ke dalam kehidupan dengan cara yang alpa. Hidupmu ... masih banyak hal berharga lainnya yang bisa kau lakukan. sesedih apapun kau sekarang, seberat apapu cobaan yang kau rasakan sekarang, ingat. Live must Go on. Bukan kah ini bukan kesulitan pertama yang kau alami. Jauh sebelum ini, ketika kau baru melihat dunia, kau pernah mengalami kesuitan berjalan, berbicara, dan lihat... kau bisa melewatinya. Yang dibutuhkan sekarang adalah kelapangan hati, kerelaan untuk menjalani dan berpikir tenang untuk dapat melahirkan solusi. 

Aku yang berbicara ini, bukan juga orang yang lepas dari semua yang kuutarakan. Ini hanya sebagai pengingat, minimal bagi diriku sendiri. 

Rishinsa Natsuhi
Bogor, 08 September 2019

Posting Komentar

0 Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...