Dua Senja yang Hangat

Senja itu, aku perlahan memasuki rumah tua di sebelah rumahku. Rumah yang sudah usang berlantaikan semen dan beratap pagar. Debu yang tebal menutupi sela-sela pagar. Di sudut ruangan terlihat seorang nenek tua yang duduk beralaskan tikar. Bajunya yang lusuh, kulitnya yang keriput, dan kedua bola matanya yang telah kabur menatap kedatanganku.Tanpa ragu, aku duduk di sebelah nenek tua itu.

"Ini Rishinsa" Sapaku memecah pandangan si nenek.

"Ooo... Ri" jawab si nenek yang mulai mengenaliku.

Senyum lebarnya mulai merekah. Ia langsung membenarkan posisi duduknya.

"Hari ini, ada cerita apa, Nek?" Tanyaku antusias.

Kemudian, si nenek mulai bercerita dengan penuh semangat tentang masa mudanya. Ia mengerak-gerakkan tangannya ke atas untuk menggambarkan berbagai hal yang ia ceritakan.
Aku memandangnya, lekat. Tersenyum dan ikut tertawa bersamanya.

Hanya terdengar suara ku dan nenek di rumah yang sepi itu. Aku selalu menemaninya di senja hari. mendengarkan berbagai ceritanya. Terkadang ia menceritakan kisah anak-anaknya ketika masih kecil. Ya,  Ia bercerita tentang anaknya yang hebat, pintar di kelas dan sekarang telah sukses bekerja di sebuah perusahaan nasional. Namun, apanya yang hebat. Jika seorang anak tidak dapat menemaninya duduk di masa senjanya, batinku.

Semburat jingga senja perlahan meninggalkan langit. Nenek pun mengakhiri ceritanya. Aku berpamitan kemudian bergegas pulang ke rumah. Sosok yang juga sudah setengah baya duduk di sofa yang tua menoleh ke arahku. Ia tersenyum. Aku pun tersenyum.

Seraya berpikir... Apa yang harus aku lakukan. Jika Surat S2-ku diterima. Apakah aku akan pergi seperti anak nenek atau aku akan tetap tinggal di sini.

Senja itu... semakin terasa hangat. Aku ditemani oleh dua senja yang hangat.

RN






Posting Komentar

0 Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...